BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengue yang disebarkan virus disebarkan oleh nyamuk Aedes (Stegomyia).
Selama dua dekade terakhir, frekuensi kasus dan epidemi penyakit demam dengue
(dengue fever, DF), demam berdarah (dengue hemorragic fever, DHF), dan sindrom
syok dengue (dengue syok syndrom, DSS) menunjukkan peningkatan yang dramatis di
seluruh dunia. The World
Health Report 1996, menyatakan bahwa”kemunculan
kembali penyakit infeksisus merupakan suatu peringatan bahwa kemajuan yang
telah diraih sampai sejauh ini terhadap keamanan dunia dalam hal kesehatan dan
kemakmuran sia-sia belaka”. Laporan tersebut lebih jauh menyebutkan bahwa”
penyakit infeksius tersebut berkisar dari penyakit yang terjadi di daerah
tropis (seperti malaria dan DHF yang sering terjadi di negara berkembang)
hingga penyakit yang ditemukan di seluruh dunia (seperti hepatitis dan penyakit
menular seksual [PMS], termasuk HIV/AIDS) dan penyakit yang disebarkan melalui
makanan yang mempengaruhi sejumlah besar penduduk dunia baik di negara miskin
maupun kaya.
Pada Mei 1993, pertemuan kesehatan dunia yang ke-46 mengajukan suatu
resolusi tentang pengendalian dan pencegahan dengue yang menekankan bahwa
pengokohan pencegahan dan pengendalian DF, DHF, DSS baik di tingkat lokal
maupun nasional harus menjadi salah satu prioritas dari Negara Anggota WHO
tempat endemiknya penyakit. Resolusi tersebut juga meminta: (1) strategi yang
dikembangkan untuk mengatasi penyebaran dan peningkatan insiden dengue harus
dapat dilakukan oleh negara terkait, (2) peningkatan penyuluhan kesehatan
masyarakat, (3) mengencarkan promosi kesehatan, (4) memperkuat riset, (5)
memperluas surveilens dengue, (6) pemberian panduadalam hal pengendalian
vektor, dan (7) mobilisasi sumber daya eksternal untuk pencegahan penyakit harus
menjadi prioritas.
Untuk menanggapi resolusi WHA dalam pencegahan dan pengendalian dengue,
strategi global untuk operasionalitas kegiatan pengendalian vektor dikembangkan
berdasarkan komponen utama seperti, tindakan pengendalian nyamuk yang selektif
terpadu dengan partisipasi masyarakat dan kerja sama antarsektor, persiapan
kedaruratan, dll. Salah satu penopang utama dalam strategi global adalah
peningkatan surveilans yang aktif dan didasarkan pada pemeriksaaan laboratorium
yang akurat terhadap DF/DHF dan vektornya. Agar berjalan lancar, setiap negara
endemik harus memasukkan penyakit DHF menjadi salah satu jenis penyakit yang
harus dilaporkan.
Penyakit ini banyak
ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika
termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian
lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan
lainnya seperti bidan dan pak mantri. Seringkali salah dalam penegakkan
diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain
seperti flu dan tipes (typhoid).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan
DHF?
2. Apa yang menyebabkan
terjadinya penyakit DHF?
3. Jelaskan patofisiologi dari
DHF?
4. Sebutkan manifestasi dari
penyakit DHF tersebut?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik
yang dapat dilakukan pada klien dengan DHF?
6. Apa saja penatalaksanaan
medik dan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien DHF?
7. Sebutkan komplikasi dari
penyakit DHF?
8. Jelaskan bagaimana proses
keperawatan pada klien dengan DHF?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan
apa yang dimaksud dengan DHF
2. Mahasiswa mampu menyebutkan
penyebab dari DHF
3. Mahasiswa mampu menjelaskan
tanda dan gejala DHF
4. Mahasiswa mampu menjelaskan
proses keperawatan pada penyakit DHF
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
DHF
atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh
Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ). Demam Berdarah Dengue sering disebut
pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ). DHF / DBD adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001). Demam
dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001).
Menurut beberapa ahli pengertian DHF
sebagai berikut:
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes
aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar
secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).Dengue haemorhagic fever (DHF)
adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh
nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
v Klasifikasi Dengue
Who, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat i, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( £ 120 mmhg ), tekanan darah menurun, (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/70 ® 80/0 ® 0/0 )
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur, (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
B.
Etiologi
Penyebab utama adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus )
melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ). Yang
vektor utamanya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
a.
kebiasaan
masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari-hari.
b.
Sanitasi
lingkungan yang kurang baik.
c.
Penyedaiaan
air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah
wilayah padat penduduk karena antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan
penularan karena jarak terbang Aedes Aegypti 40-100 m. Aedes Aegypti betina
mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).
C. Patofisiologi Dan Pathway
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh
tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5
akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine
zat anafilaktosin dan serotonin serta aktivitas system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler, dan merupakan mediator kuat
sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal ini
berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Peningkatan permeabilitas kapiler terjadi.
Perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.Terjadinya
trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Adanya kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard
yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya
untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan
atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi
agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti
terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada
DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.Gangguan hemostasis pada
DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan
gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan
hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan
jaringan adrenal.
PATHWAY
Sanitasi yg buruk
Nyamuk aedes aegepty
viremia
terbntuk
kompleks perbnyak
diri
permeabilitas kapiler
antigen-antibody hepar meningkat
mengaktivasi hepatomegali kebocoran
sistem komplemen plasma
nyeri
|
mlpskn C3a & C5a (peptida)
ekstra hipo
hipotalamus vaskuler volumia
hipertermi
|
hipetermi
efusi pleura
& syok
-anoreksia
asites (renjatan)
- mual muntah
Ancietas
|
Gg.Perubahan nutrisi
Kurang dari kebutuhan
|
Kekurangan volume cairan
|
D.
Manifestasi Klinis
Bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa inkubasi 13-15 hari, tetapi rata-rata 5-8 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil. Dengan adanya gejala-gejala klinis yang dapat menimbulkan terjadinya DHF seperti adanya gejala pendarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom) dan pendarahan lain (epitaksis, hematemesis, hematuri, dan melena) tingkat keparahan yang ditemui dari hasil pemeriksaan darah lengkap. Selain demam dan pendarahan yang merupakan ciri khas dhf, gambaran klinis lain yang tidak khas yang biasa dijumpai pada penderita dhf adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan
seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b.
Keluhan
pada pencernaan : mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia)diare, konstipasi.
c. Keluhan pada sistem tubuh lain :
1.
Nyeri
atau sakit kepala.
2.
Nyeri
pada otot, tulang, dan sendi (break bone fever)
3.
Nyeri
otot abdomen, nyeri ulu hati
4.
Pegal-pegal
pada seluruh tubuh
5.
Kemerahan
pada kulit, kemerahan (flushing) pada muka
6.
Pembengkakan
sekitar mata, lakrimasi dan foto fobia. Otot-otot sekitar mata sakit apabila
disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.
7.
Trombosit
< 500.000 / mm3
E.
Komplikasi
a. DHF mengakibatkan pendarahan pada
semua organ tubuh, seperti pendarahan ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa
dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
b. Ensepalopati.
c. Gangguan kesadaran yang disertai
kejang.
d. Disorientasi, prognosa buruk.
F. Pemeriksaan dan Diagnosis
-
Trombositopeni
( £ 100.000/mm3)
-
Hb
dan PCV meningkat ( ³ 20% )
-
Leukopeni
( mungkin normal atau lekositosis )
-
Isolasi
virus
-
Serologi
( Uji H ): respon antibody sekunder
-
Pada
renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto
dada, BUN, creatinin serum.
v
Pemeriksaan penunjang
1.
Darah
a. Trombositopenia ( N :
150.000-400.000/ui )
b. Hemokonsentrasi ( N pria : 40-48 Nol
% )
c. Mas pembekuan normal ( 10-15 )
d. Masa pendarahan memanjang ( N = 1-3 )
e. Kimia darah : – Hiponatremia.
f. Hipoproteinemia
g. Hipokalemia
h. SGOT, SGPT meningkat ( N < 12 u /
i )
i.
Ureum
meningkat.
2.
Urine
a.
Albuminurial
ringan
3.
Sumsum
tulang
Awal hiposelular kemudian menjadi
hiperselular pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi. Hari ke-10 biasanya
kembali normal.
4.
Pemeriksaan
serologi
Dilakukan
pengukuran titer antibodi pasien dengan cara haema glutination inhibition tes
(HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen (complement fixation test/CFT)
diambil darah vena 2-5 ml)
5.
Foto
thorak
Mungkin dijumpai pleural Efusion
6.
USG
v Hematomegali – Splenomegali. ( Noer,
1999)
A. Darah
a. Trombosit menurun. (N:
150.000-450.000/cmm)
b. HB meningkat lebih 20 % (N: 12.00 –
16.00)
1. HgB wanita dewasa : 12 – 16 g/dl
2. HgB pria dewasa : 14 – 18 g/dl
c. HT meningkat lebih 20 % ( N: 37.00 -47.00 )
1.
HCT
wanita dewasa : 38 – 47%
2.
HCT
pria dewasa : 42 – 50%
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan
ke 3
e. Protein darah rendah
f. Ureum PH bisa meningkat
g. NA dan CL rendah
B. Serology : HI (hemaglutination
inhibition test).
§ Rontgen thorax : Efusi pleura.
§ Uji test tourniket (+)
G. Penatalaksanaan medis
i. DHF Tanpa Renjatan
· Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 liter / hari )
· Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
· Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50 mg im dan untuk anak >1th 75 mg im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb bb ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg bb.
· Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
ii. DHF Dengan Renjatan
·
Pasang
infuse(RL, NaCl Faali) yang biasa digunakan
· Jika dengan infus tidak ada respon
maka berikan plasma expander (20– 30 ml/
kg BB )
·
Tranfusi jika Hb dan Ht turun
H.
Penatalaksanaan
Keperawatan
2. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4
Jam
3. Observasi intik output
4. Diet makan lunak
5. Pada pasienDHF derajat I : Pasien
diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb,
Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres.
6. Pada pasien DHF derajat II :
pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala
seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit
perut, beri infus.
7. Pada pasien DHF derajat III : Infus
guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15
menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan
thrombocyt.
a. Resiko Perdarahan
·
Obsevasi
perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
·
Catat
banyak, warna dari perdarahan
·
Pasang
NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
b. Peningkatan suhu tubuh
·
Observasi
/ Ukur suhu tubuh secara periodik
·
Beri
minum banyak
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).
A.
Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang
dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara
pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan
(fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis
yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 )
b.
Keluhan
Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala,
lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya
sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah,
panas, mual, dan nafsu makan menurun.
d.
Riwayat
penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita
secara specific.
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada
anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah
penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
f.
Riwayat
Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih,
banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum
burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
g. Riwayat Tumbuh Kembang
h. Pengkajian Per Sistem:
1.
Sistem
Pernapasan
Sesak,
perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada
simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
2.
Sistem
Persyarafan
Pada
grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat trjadi DSS
3.
Sistem
Cardiovaskuler
Pada
grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni,
pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba
dan tekanan darah tak dapat diukur.
4.
Sistem
Pencernaan
Selaput
mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa,
pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri
saat menelan, dapat hematemesis, melena.
5.
Sistem
perkemihan
Produksi
urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat
kencing, kencing berwarna merah.
6.
Sistem
Integumen.
Terjadi
peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji
tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan
pada kulit.
Dalam pengkajian kita juga
mendapatkan data subjekyif dan data obyektif.
a.
Data
subyektif yang biasa terdapat pada klien DHF
1.
Lemah.
2.
Panas
atau demam.
3.
Sakit
kepala.
4.
Anoreksia,
mual, haus, sakit saat menelan.
5.
Nyeri
ulu hati.
6.
Nyeri
pada otot dan sendi.
7.
Pegal-pegal
pada seluruh tubuh.
8.
Konstipasi
(sembelit).
1.
Suhu
tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2.
Mukosa
mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3.
Tampak
bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,
4.
Hiperemia
pada tenggorokan.
5.
Nyeri
tekan pada epigastrik.
6.
Pada
palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7.
Pada
renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah,
sianosis perifer, nafas dangkal.
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Christiante Effendy,
1995) yaitu:
- Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
- Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
- Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
- Kecemasan berhubungan dengan kondisi penyakit yang semakin memburuk
C.
Intervensi Keperawatan
DX I: Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
Tujuan :
· Suhu tubuh normal (36 – 37oC).
· Pasien bebas dari demam.
Criteria hasil :
·
Suhu
tubuh antara 36 – 37o C
·
Nyeri
otot hilang
Intervensi :
a. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola
demam pasien.
b. Beri kompres air hangat
Rasional : kompres air hangat terjadi
vasodilatasi yang dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu
tubuh.
c. Berikan / anjurkan pasien untuk
banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan
pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
e. Observasi intake dan output, tanda
vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan
cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f.
Berikan
terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat
penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
g. Kolaborasi : pemberian cairan
intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat
penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk
menurunkan suhu tubuh pasien.
DX 2: Nyeri berhubungan dengan proses
patologis penyakit.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan rasa nyeri berkurang dan rasa aman terpenuhi.
Kriteria hasil :
·
Keluhan
hilangnya/terkontronya rasa sakit
·
Menunjukkan
posisi/ekspresi wajah rileks
·
Dapat
tidur/beristirahat adekuat
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi dan waktu. Menandai gejala nonverbal
misalnya gelisah, takikardia, meringis.
Rasional:
mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan/resolusi komplikasi.
b. Dorong pengungkapan perasaan
Rasional:
dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan
intensitas rasa sakit.
c. Lakukan tindakan paliatif, misalnya
pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
Rasional:
meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
d. Instruksikan klien untuk menggunakan
relaksasi progresif, tekhnik napas dalam.
Rasional:
meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat
e. Alihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri (distraksi) seperti membaca, menonton TV dll.
Rasional:
dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami.
f. Kolaborasi pemberian
analgetik/antipiretik
Rasional:
memberikan penurunan nyeri. Mengurangi demam
DX 3:
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.
Criteria
hasil:
·
Klien
menunjukkan berat badan meningkat
·
Klien
menunjukkan adanya nafsu makan
Intervensi :
a.
Kaji
keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk
menetapkan cara yang tepat untuk mengatasinya.
b.
Kaji
cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara
menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
c.
Berikan
makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional :
Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
d.
Berikan
makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk
menghindari mual.
e.
Berikan
makanan dalam kondisi hangat.
Rasional: makanan
hangat dapat meningkatkan nafsu makan
f.
Catat
jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional :
Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
g.
Berikan
obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional :
Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan
intake nutrisi pasien meningkat.
h.
Ukur
berat badan pasien setiap minggu.
Rasional
: Untuk mengetahui status gizi pasien
DX 4: Kurangnya
volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
Tujuan : setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan volume cairan terpenuhi.
Criteria hasil:
1.
Input
dan output seimbang/terpenuhi
2.
Vital
sign dalam batas normal
3.
Turgor
kulit baik
4.
Akral
hangat
Intervensi :
a.
Kaji
keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional :
Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.
b.
Observasi
tanda-tanda syock.
Rasional : Agar
dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
c.
Berikan
cairan intravena sesuai program dokter.
Rasional :
Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan
tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
d.
Anjurkan
pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan
cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
e.
Catat
intake dan output.
Rasional : Untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
f.
Catat
peningkatan suhu tubuh dan durasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan
kebutuhan metabolisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungkan dengan
demam dalam meningkatkan kehilangan cairan.
DX 5: Kecemasan berhubungan dengan kondisi penyakit yang
semakin memburuk
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Kecemasan klien berkurang.
Kriteria
hasil: klien tampak rileks, klien tidak cemas lagi.
Intervensi
:
a.
Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional
: Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
b.
Jalin hubungan saling percaya dengan
pasien.
Rasional
: Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
c.
Tunjukkan sifat empati
Rasional
: Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
d.
Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya
Rasional
: Meringankan beban pikiran pasien.
e.
Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional
: Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil
yang efektif.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
DHF / DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001).Demam dengue adalah
penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam,
nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama
terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001).Penderita biasanya mengalami demam akut
(suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil. Dengan adanya
gejala-gejala klinis yang dapat menimbulkan terjadinya dhf seperti adanya
gejala pendarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom) dan pendarahan lain
(epitaksis, hematemesis, hematuri, dan melena) tingkat keparahan yang ditemui
dari hasil pemeriksaan darah lengkap.
Fokus pengobatan pada penderita
penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan
syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5
sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).Pencegahan
dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk
aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di
lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada
penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit
DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
-
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah.
-
Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang)
pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
-
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan
fenthion).
-
Memberikan bubuk abate (temephos)
pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan
lain-lain.
B. Saran
Semoga Makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua
terutama bagi Mahasiswa/i Kesehatan, sehingga dapat membantu proses
pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas Mahasiswa.
Selain itu, diperlukan lebih banyak
referensi untuk menunjang proses pembelajaran selanjutnya .