BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang)
abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan
jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat
atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung
kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini
dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen
ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum
sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum
adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik
atau pada bantalan endokard.
ASD(Atrial
Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam
keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara
atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah
terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala
(asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat
menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5%
penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan
disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan
penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan,
dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun
kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya
aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan
pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat
ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik
dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40
tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi
mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap
memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan
trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi
penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan
alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah
jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
konsep penyakit ASD ?
2.
Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan kasus ASD ?
3.
Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus ASD ?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan konsep teori penyakit ASD
2. Mampu melakukan pengkajian pada klien yang mengalami
penyakit ASD
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang
mengalami ASD
4. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada
klien yang mengalami penyakit ASD
5. Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada klien
yang mengalami penyakit ASD
BAB
II
PEMBAHASAN
A. . Pengertian
ASD adalah penyakit jantung
bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang
terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.
Defek Septum Atrium (ASD,
Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan
jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan jantung ini mirip
seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan.
Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD
B. Klasifikasi ASD
Berdasarkan
lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu :
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah
septum,mungkin disertai kelainankatup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak
lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava
Superior dan Atrium Kanan.
C. Etiologi
Penyebabnya
belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai
pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
1. Faktor Prenatal.
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetic
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
D. Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak
ada komplikasi, darah yang mengandung oksigendari Atrium Kiri mengalir ke
Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melaluidefek tersebut
merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium
tersebut.Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih
besar daripada ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan
berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel
kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun
akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada
suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang
terus bertambah berat.
E. Pathway
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan
|
BB
rendah, tumbang lambat
|
Ketidakadekuatan
O2 dan nutrisi ke jaringan
|
Kerusakan
pertukaran gas
|
Penurunan
curah jantung
|
TD menurun
|
Edema
paru
|
Preload
menurun
|
Intoleransi
aktivitas
|
Heart
rate meningkat
|
Kelemahan
|
Hipoksia
jaringan
|
Akral
dingin
|
Curah
jantung menurun
|
Peningkatan
aliran darah pulmonal
|
Vol
ventrikel dextra
|
Vol
atrium dextra
|
Vol
ventrikel sinistra
|
Terjadi
aliran yang tinggi dari atrium sinistra ke atrium dexra
|
Tekanan
atrium dextra > sinistra
|
Defek
antra atrium dextra dan sinistra
|
Perkembangan
atrium yang abnormal
|
Mempengaruhi
perkembangan bayi/janin
|
Faktor
genetik, faktor selama hidup ibu, infeksi tertentu (rubella)
|
F. Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan
gejala klinis sebagai berikut :
1. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
2. Tidak memiliki nafsu makan yang
baik
3. Sering mengalami infeksi saluran
pernafasan
4. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
1. Sianosis pada kulit di sekitar
mulut atau bibir dan lidah
2. Cepat lelah dan berkurangnya
tingkat aktivitas
3. Demam yang tak dapat dijelaskan
penyebabnya
4. Respon tehadap nyeri atau rasa
sakit yang meningkat
G. Komplikasi
1.
Gagal
Jantung
2.
Penyakit
pembuluh darah paru
3.
Endokarditis
4.
Aritmia
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah :
1.
Foto
toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto
toraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang
bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2.
Elektrokardiografi
Menunjukkan aksis ke kanan
akibat defek ostium primum, blok bundle kanan, hipertrofi ventrikel kanan,
interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal.
3.
Ekokardiografi
§ Dengan mengunakan
ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan lokasi
defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katub
mitral misalnya proplaps yang memang sering terjadi pada ASD.
§ Ekokardiografi
transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi
sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga kelaina
yang menyertai.
4.
Katerisasi
jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
·
Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium
kanan
·
Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
·
Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
·
Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis
I. Penatalaksanaan
1) Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat
atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih
tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih
pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan
terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang
umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt
dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ;
karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam
tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek
tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut
jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah
penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian
hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi
dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah
ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium
varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah
Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat
sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan
tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan
jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan
pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat
menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit
vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan
dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua
defek sekat atrium.
2) Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter
jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang
lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini.
Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain,
seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan
untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang
paling penting pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian
yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar
dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis,
defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi
jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan
dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai,
ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang
direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang
dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan
tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi
kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat
dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya
pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh
penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut,
karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan
menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan
perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan
ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya
dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD
baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih
dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika
Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary
bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow
up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di
usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan
semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti
peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
3) Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD
tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus
lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2
buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman
kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di
dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis
sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Pengkajian umum
a. Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada tungkai tapi biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada tungkai tapi biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
2) Riwayat kesehatan lalu
a) Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
b) Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
c) Riwayat Neonatus
·
Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
·
Anak rewel dan kesakitan
·
Tumbuh kembang anak terhambat
·
Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
·
Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
·
Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang
mengalami kelainan defek jantung
·
Penyakit keturunan atau diwariskan
·
Penyakit congenital atau bawaan
c. Sistem yang dikaji :
1) Pola Aktivitas dan latihan
·
Keletihan/kelelahan
·
Dispnea
·
Perubahan tanda vital
·
Perubahan status mental
·
Takipnea
·
Kehilangan tonus otot
2) Pola persepsi dan
pemeriksaan kesehatan
·
Riwayat hipertensi
·
Endokarditis
·
Penyakit katup jantung.
3) Pola mekanisme koping dan
toleransi terhadap stress
·
Ansietas, khawatir, takut
·
Stress yang b/d penyakit
4) Pola nutrisi dan metabolik
·
Anoreksia
·
Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
5) Pola persepsi dan konsep
diri
·
Kelemahan
·
Pening
6) Pola peran dan hubungan
dengan sesama
·
Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga
2. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran. Ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada bertambah, nafas pendek, retraksi pada vena jugulum, sela interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran. Ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada bertambah, nafas pendek, retraksi pada vena jugulum, sela interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
b. Palpasi
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel kiri. Teraba getaraa bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising teraba di sela iga ke II atau III kiri. Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah lengkung iga kanan
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel kiri. Teraba getaraa bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising teraba di sela iga ke II atau III kiri. Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah lengkung iga kanan
c. Auskultasi
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan salah satunya petunjuk akan DSA. Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi jantung 2 pada inspirasi dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut “fixed splitting” . Bising sistolik dan pada pirau kiri ke kanan yang besar maka bising mik diastolic berfrekuensi rendah terdengar pada sela iga ke IV kiri atau kanan.
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan salah satunya petunjuk akan DSA. Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi jantung 2 pada inspirasi dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut “fixed splitting” . Bising sistolik dan pada pirau kiri ke kanan yang besar maka bising mik diastolic berfrekuensi rendah terdengar pada sela iga ke IV kiri atau kanan.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Penurunan
curah jantung b.d penurunan TD
2.
Intoleransi
aktivitas b.d hipoksia.
3.
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat
nutrisi ke jaringan.
4.
Kerusakan
pertukaran gas b.d edema paru
C.
Intervensi
1. Dx.
I
Tujuan :setelah
dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam klien memperlihatkan peningkatan
curah jantung
Kriteria hasil : denyut
jantung kuat, teratur dan dalam batas normal
Intervensi :
1) Auskultasi
nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
R : biasanya terjadi
takikardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung
2) Pantau
tekanan darah
R : untuk mengetahui fungsi
pompa jantung yang sangat dipengaruhi olehpengisian curah jantung
3) Berikan
istirahat semi fowler
R : memperbaiki
insufisiensi kontraksi jantung dan penuruna venus return
4) Kolaborasi
dengan tim dokter untuk terapi oksigen,obat jantung, obat diuretik dan cairan
R : membantu dalam
proses kimia dalam tubuh
2. Dx.
II
Tujuan
: Klien dapat mempertahankan aktivitas yang adekuat dan anak akan
berpartisipasi dalam aktivitas yang dilakukan oleh anak seusianya, yang
ditandai dengan menurunkan kelemahan dan kelelahan serta tanda vital dalam
batas normal selama beraktivitas.
Intervensi :
1)
Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama
bila pasien menggunakan vasodilator atau diuretik.
R : Tanda-tanda vital dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi jantung.
R : Tanda-tanda vital dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi jantung.
2)
Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada
saat tidur.
R : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
R : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3)
Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
R : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara tiba-tiba.
R : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara tiba-tiba.
4)
Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
R : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.
R : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.
5)
Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin.
Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa
Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa
3. Dx.
III
Tujuan
: klien dapat mempertahankan berat badan
dan tinggi badan yang sesuai yang
ditandai dengan BB dan TB dalam batas normal sesuai dengan usianya
Intervensi
:
1) Sediakan
diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi
R
: untuk memaksimalkan kualitas masukan nutrisi sehingga dapat mempertahankan BB
dan membantu dalam perkembangan otak
2) Monitor
tinggi dan berat badan anak
R
: sebagai indikator atau petunjuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang
terjadi
3) Jelaskan
pada orang tua mengenai tumbang anak
R
: agar orang tuan mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak
4) Ciptakan
lingkungan yang tenang
R
: untuk memenuhi istirahat dan relaksasi klien secar optimal
4. Dx.
IV
Tujuan
: klien dapat menunjukkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan
serta tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan
klien bebas dari gejala distres pernapasan
Intervensi
:
1) Berikan
posisi semi fowler pada anak
R
: menurunkan konnsumsi atau kebutuhan oksigen dan mempermudah pernafasaan yang
meningkatkan kenyamanan fisiologi dan psikologi
2) Anjukan
kepada klien untuk istirahat yang cukup
R
: istirahat akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan kemampuan
berpartisipasi dalam perawatan
3) Berikan
oksigen jika ada indikasi
R
:meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki atau
menurunkan hipoksemia jaringan
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah
suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium
kiri dan atrium kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak
kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan
keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
Seluruh
penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut,
karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan
menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan
perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada
tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
B.
Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang
berkaitan dengan jantung ASD/ VSD Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang
bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien .
Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mnegetahui konsep.
Atrium septum defek dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien.
Perawat memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD untuk dapat
mempengaruhi orang tua dalam menjalani pengobatan untuk sehingga penyakit lebih
berat dapat dihindari .